Hanya Ada Tiga Jalan untuk Menunda Pemilu

oleh
Yusril Ihza Mahendra
Yusril Ihza Mahendra

Oleh: Yusril Ihza Mahendra

kataberita.id — Tiga Ketua Umum Partai Politik di negara kita, Muhaimin Iskandar (PKB), Airlangga Hartarto (Golkar) dan Zulkifli Hasan (PAN) telah mengemukakan usulan agar Pemilu 2024, yang jadwalnya telah disepakati Pemerintah, DPR, KPU untuk dilaksanakan tanggal 14 Februari 2024, ditunda. Sebagaimana kita maklum, Pemilu 2024 ini adalah Pemilu serentak, untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD dan DPRD.

Alasan penundaan Pemilu yang awalnya dilontarkan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia ini memang beragam. Pertama, situasi perekonomian negara sedang sulit, utang menggunung, berapa biaya Pemilu hingga kini belum dianggarkan. Sumbernya juga belum jelas dari mana. Kedua, pandemi sedang merebak dan belum dapat diprediksi kapan akan berakhir. Ramai-ramai kampanye dan pencoblosan bisa membuat makin banyak rakyat yang terpapar.

Ketiga, dan ini yang kontroversial, rakyat masih menghendaki Jokowi melanjutkan kepemimpinan. Bahkan, ada yang meminta diperpanjang tiga periode. Sementara Jokowinya sendiri dalam berbagai kesempatan menyatakan tidak punya niat untuk menjabat 3 periode karena menyalahi konstitusi UUD 45. Terakhir, serbuan Rusia terhadap Ukraina juga dijadikan alasan, walau susah mencari kaitannya secara langsung dengan alasan penundaan Pemilu.

Baca Juga :   Gawat! Publik Lebih Suka Dedi Mulyadi Ketimbang Airlangga Hartarto, Begini Kata Elite Golkar...

Usulan penundaan Pemilu berkaitan langsung dengan norma konstitusi sebagaimana diatur dalam UUD 45. Pertama, Pemilu adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat yang pelaksanaannya diatur dalam Undang-Undang Dasar (Pasal 1 ayat 2). Pemilu dilaksanakan sekali dalam lima tahun. Pemilu itu untuk memilih anggota DPR dan DPD untuk membentuk MPR (Pasal 2 ayat 1). Secara spesifik Pasal 22E UUD 45 secara imperatif menyatakan bahwa pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden serta DPRD dilaksanakan setiap lima tahun sekali.

Ketentuan-ketentuan di atas berkaitan erat dengan masa jabatan anggota DPR, DPRD, DPD, Presiden dan Wakil Presiden. Setelah lima tahun sejak dilantik, masa jabatan penyelenggara negara tersebut berakhir dengan sendirinya. Jadi, jika Pemilu ditunda melebihi batas waktu lima tahun, maka atas dasar apakah para penyelenggara negara itu menduduki jabatan dan menjalankan kekuasaannya? Tidak ada dasar hukum sama sekali. Kalau tidak ada dasar hukum, maka semua penyelenggara negara mulai dari Presiden dan Wakil Presiden, anggota MPR, DPR, DPD dan DPRD semuanya “ilegal” alias “tidak sah” atau “tidak legitimate”.

Baca Juga :   RMA Sebut Airlangga Pemimpin yang Memiliki Jam Terbang Tinggi

Jika para penyelenggara negara itu semuanya ilegal, maka tidak ada kewajiban apapun bagi rakyat untuk mematuhi mereka. Rakyat akan jalan sendiri-sendiri menurut maunya sendiri. Rakyat berhak untuk membangkang kepada Presiden, Wakil Presiden, para menteri, membangkang kepada DPR, DPD dan juga kepada MPR. Rakyat berhak menolak keputusan apapun yang mereka buat karena keputusan itu tidak sah dan bahkan ilegal.

Penyelenggara negara (eksekutif) yang masih legal di tingkat pusat tinggallah Panglima TNI dan Kapolri. Kedua penyelenggara negara ini hanya dapat diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan pertimbangan dan persetujuan DPR. Bagaimana cara menggantinya, Presiden dan DPR saja sudah tidak sah dan ilegal. Dalam situasi seperti ini banyak pula kemungkinan dapat terjadi.

Baca Juga :   Menko Airlangga Hartarto Tunjuk Jubir Cantik Mantan Eksekutif BRI

TNI dan POLRI sekarang ini bukan lagi ABRI zaman dulu yang berada dibawah satu komando, Panglima ABRI. TNI dan POLRI sekarang terpisah dengan tugas masing-masing, dan punya komando sendiri-sendiri yang masing-masingbbertanggung jawab secara terpisah kepada Presiden. Jika Presidennya sendiri sudah ilegal dan tidak sah, Panglima TNI dan Kapolri bisa pula membangkang kepada perintah Presiden yang ilegal itu. Beruntung bangsa ini kalau Panglima TNI dan Kapolri kompak sama-sama menjaga persatuan dan kesatuan bangsa pada saat yang sulit dan kritis. Tetapi kalau tidak kompak, bagaimana dan apa yang akan terjadi? Bisa saja terjadi dengan dalih untuk menyelamatkan bangsa dan negara, TNI mengambil alih kekuasaan walau untuk sementara.