Wasekjen PA 212 Ikut Menyoroti Soal Gonggongan Anjing: Lebih Parah dari Ahok dan Sukmawati

oleh
Yaqut Cholil Qoumas
Menteri Agama RI, Yaqut Cholil Qoumas (ist.)

kataberita.id — Wasekjen PA 212 Novel Bamukmin, turut menyoroti analogi yang dipakai Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam menjelaskan Surat Edaran Menteri Agama Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala. Menag dianggap membandingkan azan dengan gonggongan anjing.

Novel mengatakan, Yaqut selalu buat kegaduhan sebagai pejabat publik.

“Kalau tidak bikin gaduh bukan Yaqut namanya yang selalu gagal paham dengan agamanya sendiri,” kata Novel saat dihubungi, Kamis (24/2/2022).

Novel menilai Yaqut dengan pernyataannya tersebut dianggap telah menistakan agama. Bahkan Novel membandingkan Yaqut dengan kasus Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Baca Juga :   Stafsus Menag Sebut Ponpes Bukan untuk Kampanye Politik, Tapi untuk Belajar

“Nggak main-main dugaan penistaan agama yang dilakukan Yaqut lebih parah dari Ahok dan Sukmawati yang mana Sukmawati membandingkan azan dengan suara kidung tapi si Yaqut malah membandingkan dengan suara anjing,” tuturnya.

Novel mengatakan, negara Indonesia sudah darurat dengan dugaan penista agama. Dengan adanya kasus Yaqut tersebut pihaknya akan menyiapkan aksi unjuk rasa menuntut agar Yaqut mundur dari jabatannya.

“Untuk itu kami juga persiapkan untuk demo Kemenag untuk si Yaqut turun dan juga kami demo MUI untuk bisa mengeluarkan fatwanya karna negara ini sudah darurat penistaan terhadap agama malah kriminalisasi ulama,” tuturnya.

Baca Juga :   Novel Tidak Terima Jokowi Masuk 50 Muslim Berpengaruh Dunia: Jokowi Harus Mundur...

Pernyataan Yaqut

Diketahui, pernyataan Menag Yaqut Cholil Qoumas tersebut terungkap saat menjawab pertanyaan wartawan di Pekanbaru soal aturan toa masjid, Rabu (23/2/2022).

Dalam penjelasan itu, Yaqut mengaku mengaku tidak melarang rumah ibadah umat Islam untuk menggunakan toa atau pengeras suara.

“Kita tahu itu syiar agama Islam, silahkan gunakan toa tapi tentu harus diatur. Diatur bagaimana volumenya tidak boleh keras, maksimal 100 desibel,” jelasnya seperti dikutip dari Antara.

Ia juga mengatakan perlu peraturan untuk mengatur kapan saja alat pengeras suara/toa dapat digunakan baik setelah atau sebelum azan dikumandangkan.

Baca Juga :   Duh Cinta Ditolak, Berujung Penistaan Agama di Media Sosial?

Baginya ini bertujuan juga untuk meningkatkan manfaat dan mengurangi masabat. Sebab di daerah yang mayoritas muslim hampir setiap 100-200 meter terdapat masjid.

Menag Yaqut kemudian mencontohkan soal toa masjid dengan suara anjing yang menggonggong secara bersamaan.

“Contohnya lagi, misalkan tetangga kita kiri kanan depan belakang pelihara anjing semua, misalnya menggonggong di waktu yang bersamaan kita terganggu ga? Artinya semua suara-suara harus kita atur agar tidak menjadi gangguan,” ujar Yaqut Cholil Qoumas. (suara/kataberita)