kataberita.id — Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori Yusuf mengaku mendukung langkah Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta yang membentuk Cyber Army. Pembentukan itu untuk melawan serangan dari para buzzer kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
“Ketika berbagai konten negatif memiliki pendengungnya tersendiri yang bertugas menyebarluaskannya, maka sesungguhnya konten yang positif lebih berhak untuk disebarluaskan melalui keberadaan Cyber Army ini,” kata Bukhori dalam keterangan tertulisnya, Selasa (23/11/21).
Politikus PKS itu menyatakan pembentukan Cyber Army oleh MUI DKI bukan hal yang perlu dipermasalahkan sepanjang tidak melanggar aturan yang berlaku.
Ia menilai pembentukan itu adalah keputusan yang tepat karena menjadi momentum bagi mereka yang memiliki perhatian pada kebajikan untuk menunjukan pemihakannya secara nyata dan terorganisir.
“Tidak ada yang perlu dicemaskan jika MUI akhirnya mengambil sikap tegas dengan memanfaatkan media sosial sebagai medium perjuangan menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar dengan memperhatikan adab dan peraturan perundangan yang berlaku.”
“Pasalnya, sepak terjang pendengung selama ini sudah berada dalam tahap yang mengkhawatirkan lantaran merusak demokrasi dan mengancam kohesi sosial di tengah masyarakat,” ujarnya.
Menurut dia, ulah dari para pendengung ini sudah amat meresahkan masyarakat karena menimbulkan ketegangan hingga pembelahan sosial di antara sesama anak bangsa.
Akibatnya, ujaran kebencian, fitnah, adu domba, penyampaian informasi sesat, dan tindakan perundungan terhadap pihak tertentu sehingga menggerus eksistensi nilai Persatuan Indonesia dalam Pancasila.
Selain itu, rencana pembentukan Cyber Army oleh unsur masyarakat, yang dalam hal ini dinisiasi oleh MUI DKI, patut dilihat sebagai ikhtiar dari warga untuk warga dalam memelihara suasana kondusif dan mengembalikan kehangatan percakapan antar sesama warga negara.
Terkait Fatwa MUI soal pendengung itu haram, ia menekankan bahwa isu sentralnya bukan terletak pada persoalan pendengung dan bukan pendengung, tetapi soal pemihakan terhadap kebenaran.
“Jadi kuncinya bukan pada persoalan buzzer atau bukan buzzer, tetapi terletak pada keberpihakan kita terhadap tegaknya nilai (value). Kebenaran harus di atas kebatilan dan kebenaran harus dibela,” kata dia. (sumber/kataberita)