Menghina Presiden Terancam Hukuman 4,5 Tahun Penjara, Pakar: Kemenkumham Gagal Paham

oleh
ilustrasi penjara
ilustrasi penjara

kataberita.id — Peneliti Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP), Muhammad Tanziel Aziezi, menganggap pemerintah gagal memahami maksud penghapusan pasal penghinaan Presiden oleh putusan Mahkamah Konsitusi (MK).

Ia menyayangkan pasal serupa masih diajukan dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Pria yang diakrab siapa Azhe itu mengakui pengaturan pasal penghinaan presiden dalam RKUHP berbeda dengan aturan di KUHP yang sudah dinyatakan inkonstitusional oleh MK.

Baca Juga :   Isu Penambahan Masa Jabatan Muncul Lagi, Wakil Ketua MPR: Partai Demokrat Menolak Jabatan Presiden 3 Periode

Penekanannya adalah mengubah pasal tersebut menjadi delik aduan yang mensyaratkan adanya laporan hanya dari presiden dan wakil presiden untuk bisa diproses hukum.

“Berbeda dengan pasal di KUHP yang dirumuskan dengan delik laporan, sehingga siapapun bisa melaporkan hal tersebut, tidak harus presiden dan/atau wakil presiden,” kata Azhe dikutip dari Republika, Selasa (8/6).

Baca Juga :   Innalillahi Wa Innaillahi Rojiun, Ibunda Mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono Meninggal Dunia

Namun Azhe menyindir Kemenkumham tidak menangkap maksud penghapusan pasal tersebut oleh MK. Ia menekankan MK menghapus pasal tersebut bukan karena bentuknya adalah delik laporan, sehingga bisa diselesaikan dengan mengubah menjadi delik aduan.

“Tapi, karena sudah tidak relevan dengan demokrasi yang saat ini diterapkan Indonesia di mana kritik harus diperbolehkan sebagai bagian kebebasan berekspresi, termasuk kepada pejabat publik atau pemerintahan,” tegas Azhe.

Baca Juga :   Peredaran Uang Naik, Jokowi Bahagia Tiap Pagi Disuguhi Angka Positif

Diketahui, RKUHP memuat ancaman pidana maksimal 4,5 tahun penjara bagi orang-orang yang menghina kepala negara melalui media sosial. (sumber/kataberita)