kataberita.id, JAKARTA — Pengurus Besar Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia ikut merespon Kerumunan di Maumere, Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang diduga disebabkan oleh kedatangan Presiden Jokowi dalam kunjungan kerja pada daerah tersebut beberapa hari yang lalu.
Ketua Umum Pengurus Besar Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (PB SEMMI) Bintang Wahyu Saputra mengatakan, kedatangan Presiden Jokowi di Maumere, Sikka, Provinsi NTT tidak berniat menciptakan kerumunan melainkan untuk kunjungan kerja. Hal ini sekaligus untuk menampik tudingan bahwa ada unsur kesengajaan pelanggaran protokol kesehatan yang dialamatkan beberapa kelompok terhadap Presiden Joko Widodo.
“Kedatangan Presiden di NTT itu kunjungan kerja, tidak ada niat menciptakan kerumunan, tidak ada ajakan masyarakat berkumpul dan tidak direncanakan masyarakat berkerumun melihat Presiden,” kata Bintang, Jakarta, Jumat (26/2/2021).
Dirinya menilai permasalahan kerumunan karena kedatangan Presiden di NTT berbeda dengan permasalahan kerumunan kasus yang lain. Apalagi kasus kerumunan Jokowi tersebut dibanding-bandingkan dengan kerumunan Rizieq Shihab.
“Bagi saya permasalahan kerumunan ini berbeda dengan kasus-kasus kerumunan yang lain, kasus kerumunan kedatangan Presiden ini spontanitas dan tidak direncanakan atau tidak adanya ajakan serta ini adalah kunjungan kerja, sedangkan kasus lain diduga akibat mengundang atau adanya ajakan menghadiri suatu acara,” paparnya.
Aktivis muda ini juga menanggapi laporan Polisi terkait kasus kerumunan Presiden Joko Widodo oleh Koalisi Masyarakat Anti Ketidakadilan (KMAK) pimpinan Kurnia serta Pengurus Pusat Gerakan Pemuda Indonesia (PP GPI) pimpinan Veddrik “Diko” Nugraha.
Menurut Bintang, laporan yang dilayangkan kedua organisasi tersebut tidak memiliki dasar yang kuat. Sehingga menurutnya, sangat wajar ketika laporan tersebut pada praktiknya ditolak oleh Kepolisian.
“Laporan Polisi terkait kerumunan Presiden itu tidak berdasar, itu kunjungan kerja, bukan pertemuan yang direncanakan menciptakan kerumunan, maka wajar saja ditolak,” jelasnya.
Walaupun begitu, Bintang yang juga merupakan Sekretaris Jenderal OIC Youth Indonesia mengatakan, bahwa dirinya juga menyayangkan terjadinya kerumunan tersebut. Akan tetapi jika kesalahan ini diarahkan kepada Presiden semata jelas tidak bisa dibenarkan. Karena pada praktiknya, persoalan penanganan keprotokoleran kunjungan kenegaraan oleh Presiden juga ada tanggungjawab jajaran terkait, seperti halnya Kapolda, Kabinda dan Pangdam. Hemat Bintang, semestinya situasi semacam itu dapat diantisipasi dengan deteksi dini.
“Kami kecewa, ini ada kinerja yang tidak optimal yang dilakukan oleh Kapolda, Kabinda dan Pangdam. Semestinya mereka dapat membubarkan kerumunan sebelum Presiden hadir pada tempat itu,” pungkasnya. (kataberita)