Duh Masyarakat yang Menolak Vaksin Kena Sanksi? Ketum MUI: Harus Buat Jera

oleh
Ilustrasi suntik vaksin covid-19
Ilustrasi suntik vaksin covid-19 (ist. alodokter)

kataberita.id — Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Miftachul Akhyar sepakat dengan kebijakan pemerintah yang bakal menjatuhkan sanksi bagi masyarakat penolak vaksin Covid-19.

Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu juga menyebut sanksi dianggap perlu. Menurutnya, jika tak ada sanksi, maka upaya menghentikan laju penularan Covid-19 akan terkendala.

“Tentu harus ada sanksi yang membuat dia jera,” kata Miftach, di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Selasa (16/2).

Baca Juga :   Heboh Aturan Makan 20 Menit, Gubernur Anies: Bisa! Insya Allah...

Vaksin Covid-19, kata dia, merupakan upaya manusia untuk menjaga keselamatan bersama. Diia mengingatkan daya tahan tubuh orang satu dengan yang lain berbeda-beda. Maka itu vaksin diperlukan untuk membuat kekebalan.

“Kalau orang divaksin kan menjaga bukan hanya dirinya, tapi juga orang lain. Kalau dia nolak vaksin, lalu dirinya mengandung virus, mungkin karena imunnya masih kuat, tapi orang lain? Menular ke orang lain,” ucapnya.

Baca Juga :   Heboh Vaksin Salah Alamat, Kongkalikong Puskesmas atau Pemalsuan Surat?

Miftach mengatakan di dalam Islam, sebuah kaidah fikih menerangkan bahwa manusia diminta untuk menjaga keselamatan dirinya dan keselamatan orang lain. Manusia pun dilarang membahayakan dirinya dan orang lain.

“Di Islam itu ada kaidah la dharara wala dhirara, jadi barang siapa yang membahayakan orang lain, Allah akan membahayakan dirinya,” pungkas dia.

Baca Juga :   WNA Masuk di Masa PPKM Darurat, Wakil Ketua MPR: Pemerintah Harus Terbuka Atas Masukan Masyarakat

Sebelumnya, pemerintah mewajibkan penduduk Indonesia yang menjadi sasaran vaksinasi untuk mengikuti program tersebut. Jika ada yang menolak, mereka akan dikenakan sanksi.

Hal itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 tahun 2021 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Covid-19.