kataberita.id — KPK memberikan penghargaan kepada tiga orang tokoh, karena kejujurannya menolak gratifikasi. Seperti apa kisah ketiga orang itu?
Penghargaan itu disampaikan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar pada 3 orang atas nama Wahyu Listyantara, Budi Ali Hidayat, dan Apriansyah. Mereka dianggap menjadi teladan yang baik dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
“Mudah-mudahan ke depannya semakin banyak orang-orang punya keberanian dan punya kemauan kuat untuk mengatakan tidak dengan gratifikasi,” ucap Lili dalam sambutannya di KPK seperti disiarkan dalam kanal YouTube KPK, Selasa (8/12/2020).
Di tempat yang sama Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan memaparkan apa yang telah dilakukan ketiga orang itu. Yang pertama yaitu Apriansyah yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Pariwisata, Kepemudaan dan Olahraga (Disparpora) Kabupaten Mukomuko, Bengkulu.
“Pak Kepala Dinas salam buat Pak Bupati itu sampaikan KPK menyampaikan apresiasi bahwa Kabupaten Mukomuko beruntung ada kepala dinas yang sangat memegang teguh dan mengerti pasti apa itu konflik kepentingan,” ucap Pahala.
Pahala berkisah saat Apriansyah menjabat sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) terdapat pemborong yang tiba-tiba mengaspal jalan depan rumahnya. Mengetahui hal itu, Apriansyah pun membayar biaya pengaspalan itu.
“Pak kepala dinas tahu pasti kalau pemborong itu memberikan sesuatu itu tidak mungkin makan siang gratis. Oleh karena itu dengan kesadaran sendiri, sesudah jalan depan rumahnya diaspal, pak kepala dinas malah bayar aspalnya. Kita pikir, jumlahnya jangan dilihat, tapi saya sih pikir ini contoh yang luar biasa secara individu karena sebenarnya nggak ada yang tahu juga tapi pak kepala dinas secara sengaja minta supaya mau mengganti pengaspalan depan rumahnya,” kata Pahala.
Yang kedua adalah Wahyu Listyantara, seorang pensiunan anggota Brimob Polri yang kini bekerja sebagai Junior Manager Pengamanan Pengawalan Kereta di PT KCI (Kereta Commuter Indonesia). Tak tanggung-tanggung, Wahyu disebut menolak cek sebesar Rp 100 juta.
“Beruntung bahwa KCI punya seperti Pak Wahyu. Sekali lagi, kalau pintar bisa diajari tapi kalau jujur susah,” kata Pahala.
“Pak Wahyu sudah menunjukkan dengan pencairan cek pemberiannya 100 juta dan dilaporkan ke KPK. Pak Wahyu tahu pasti kalau lapor gini saja pasti ditetapkan sama Pak Syarief (Syarief Hidayat/Direktur Gratifikasi KPK) milik negara. Jadi terima kasih Pak Wahyu. Jumlahnya jangan diingat-ingat, Pak, nanti nyesel hehehe tapi kira-kira kami baca detail, Pak,” imbuhnya.
Terakhir adalah Budi Ali Hidayat yang berprofesi sebagai Penghulu Madya atau Kepala KUA Kecamatan Cimahi Tengah. Budi disebut lebih dari 80 kali melapor ke KPK tentang pemberian gratifikasi.
“Jadi kalau panggil penghulu nikah sudah pasti bayar, kan sudah kebiasaan umum ini, sudah nggak ada yang tanya lagi memang harus bayar atau nggak, pokoknya kalau nggak bayar aneh. Kami merasa waktu itu ini nggak benar nih, jadi jangan membiasakan yang nggak benar, oleh karena itu ada surat edaran KPK bahwa penghulu pegawai negeri yang dibayar oleh negara dari pajak masyarakat dan menikah harus pakai penghulu itu kan pemerintah yang minta. Jadi kalau masyarakat minta jasa itu, tidak boleh dikenakan lebih dari yang seharusnya, kecuali, waktu itu kita bilang, kalau dia mendatangi, tapi kalau kantor KUA-nya itu bagian dari tugas,” ucap Pahala.
“Pak Budi secara konsisten, saking prinsipnya tidak goyah dia melaporkan sampai 84 (kali) ke KPK karena dia percaya itu bukan yang saya harus terima. Jadi sekali lagi bukan kita lihat jumlahnya, tapi kita bilang ini individu yang memegang teguh prinsip bahwa saya dibayar negara untuk melayani masyarakat,” imbuhnya.
Orang-orang itu menurut Pahala patut menjadi contoh. Setiap tahunnya KPK pun berencana membawa orang-orang dengan integritas tinggi ini ke permukaan untuk menjadi inspirasi bagi orang lain.
“Saya pikir ini tradisi baru yang akan kita ciptakan setiap tahun sebelum Hari Antikorupsi, kita akan pilih orang-orang, sekali lagi bukan jumlahnya, tapi kemampuannya memotivasi individu lain,” kata Pahala. (detik/kataberita)