kataberita.id — Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam ( KAHMI ) menyatakan rasa keprihatinan mendalam atas peristiwa penembakan oleh polisi yang membuat enam anggota Front Pembela Islam (FPI) tewas. KAHMI menilai upaya penegakan hukum oleh apparat harus dilakukan secara adil tanpa tindak kekerasan.
”Hukum harus ditegakkan dengan adil dan tidak dengan kekerasan. Penggunaan senjata untuk penegakkan hukum harus proporsional. Oleh karenanya perlu penyelidikan mendalam atas peristiwa tersebut,” demikian bunyi kutipan pernyataan sikap Majelis Nasional KAHMI, Rabu (9/12/2020).
Kasus tembak mati keenam anggota FPI yang sedang mengawal Habib Rizieq Shihab ini menambah deretan kekerasan beruntun dalam beberapa bulan terakhir. Dalam pernyataannya, KAHMI menyebut kasus penembakan di Kabupaten Intan Jaya, Papua, yang menimbulkan korban Jiwa pada September 2020 serta aksi teror di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah pada November 2020.
Menurut KAHMI, pada dua kejadian itu pemerintah bersikap tegas yang menunjukkan negara hadir melindungi masyarakat. Di Intan Jaya, pemerintah membentuk dan menerjunkan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF). Begitu pula di menyikapi peristiwa Sigi, Presiden Joko Widodo bahkan mengecam tindakan tersebut dan menggencarkan kembali operasi Tinombala.
Tetapi pada peristiwa terbunuhnya 6 anggota FPI di Tol Jakarta-Cikampek belum ada sikap dari pemerintah. Terdapat dua versi penjelasan antara Polda Metro Jaya dan FPI mengenai kejadian tersebut sehingga menimbulkan kontroversi di dalam masyarakat.
Berikut poin lengkap pernyataan sikap KAHMI:
1. Prihatin dan menyesalkan berbagai peristiwa kekerasan yang berakibat pada terganggunya perasaan aman di dalam masyarakat dan mendukung segenap upaya pemerintah untuk menyelesaikan berbagai tindak kekerasan secara transparan dan bertanggungjawab.