Merebut Optimisme Menjadi Pemilih Ideologis Saat Pilkada

oleh
Paisal Anwari S.H.,M.H (WASEKUM PAO BADKO HMI JABAR)

Oleh: Paisal Anwari S.H.,M.H (Wasekum PAO BADKO HMI Jabar)

Merebut Optimisme menjadi Pemilih Ideologis Saat Pilkada. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak akan berlangsung pada 9 Desember 2020 di 270 daerah. Awalnya pemilihan akan digelar pada bulan September, namun diundur hingga akhir tahun karena pandemi Covid-19. Momentum ini harus digunakan sebagai sarana pedidikan pemilih ditengah masyarakat. Pada tahun ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga mencanangkan program pendidikan pemilih berkelanjutan yang bertujuan untuk meningkatkan literasi pemilu dan demokrasi.

Pendidikan pemilih berkelanjutan merupakan investasi jangka panjang yang penting untuk dilakukan. Khususnya kepada para pemilih pemula yang baru pertama kali menggunakan hak politiknya dalam pemilu atau pemilihan. Pendidikan pemilih yang terbaik adalah memberikan keteladanan dengan menjalankan praktik politik yang beradab.

Pemilihan 2020 diproyeksikan melibatkan lebih dari 105 juta pemilih, termasuk pemilih pemula yang baru berusia 17 tahun pada 9 Desember 2020 bertepatan hari pencoblosan. Sementara data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat ada 5.035.887 orang pemilih pemula pada Pemilu 2019 yang masuk dalam Daftar Penduduk Pemilih Potensial Pemilu (DP4).

Baca Juga :   Serikat Nelayan NU Minta Pemerintah Bantu Sarana dan Prasarana Nelayan Jabar

Pemilih sebagai pemegang kedaulatan rakyat mempunyai peran yang sangat sentral dalam pelaksanaan demokrasi elektoral. Terlepas dari apapun yang mempengaruhinya, ketika pemilih berada di bilik suara, ia memiliki kebebasan untuk menentukan pilihannya. Proses pemberian suara yang durasinya tidak lebih dari lima menit sangat krusial bagi pemilih agar bisa menentukan pilihannya secara cerdas dan rasional.

Pendidilkan Pemilih sudah seharusnya dilakukan secara kontinyu sepanjang tahun sebagai bagian dari peningkatan kesadaran berpolitik bagi warga negara. Selama ini masyarakat baru mendapatkan informasi seputar pemilu dan kandidat menjelang diselenggarakannya pemilu.

Sejatinya partai politik mempunyai kewajiban untuk memberikan pendidikan politik kepada konstituennya secara regular. Namun karena terbatasnya pendanaan seringkali parpol hanya melakukan sosialisasi pada masa kampanye atau saat injury time.

Berkaca dari praktik pemilu dimasa orde reformasi yang kental terasa justeru liberalisasi politik. Hal ini ditandai dengan lahirnya beragam partai politik dalam waktu yang relatif singkat. Pembentukan partai politik seakan-akan menjadi alasan utama para politisi membangun kualitas demokrasi.

Baca Juga :   Sekelompok Mahasiswa di Cianjur Gencar Berbagi Nasi Kotak di Situasi Pandemi

Padahal pada masa transisi demokrasi saat ini yang terjadi kekuasaan terbagi ke berbagai pusat kekuasaan baru, praktik korupsi semakin menyebar, regulasi dan institusi semakin menguat, merajalelanya praktik suap, pemotongan anggaran, pemerasan dan korupsi dilakukan sejak perencanaan (ICW, 2020)

Fenomena tersebut yang menimbulkan munculnya apatisme politik ditengah masyarakat dan menurunnya kepercayaan publik kepada partai politik dan penyelenggara negara. Jika hal ini tidak segera diatasi, maka bisa berdampak kepada keraguan masyarakat. Apakah praktik demokrasi yang dijalankan selama ini dapat menghadirkan kesejahteraan bagi seluruh warga bangsa?

Baca Juga :   PTKP HMI Cabang Cianjur Mengecam Perilaku Pejabat PDAM dan Mendorong Plt Bupati untuk Bersikap Tegas

Saya Paisal Anwari, selaku Wasekum PAO BADKO HMI JABAR menyampaikan sangat penting untuk masyarakat Indonesia terutama masyarakat Jawa Barat terkhusus juga yang sedang melaksanakan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Tahun 2020 ini, terus memupuk rasa toleransi untuk mewujudkan bangsa yang rukun dan beradab terutama saat  pilkada, bertemu dengan orang – orang memiliki beda pandangan. Selain itu penting juga untuk menjadi pemilih ideologis yang tidak hanya ikut-ikutan.

Sebentar lagi kita akan menjalani pesta demokrasi pilkada, sehingga saya memberikan saran untuk pemilih menjadi pemilih yang ideologis bukan ikut-ikutan, karena pemimpin yang berkualitas ditentukan oleh masyarakat yang menilai dengan objektif dan sesuai kualitas calon Kepala Daerah, sehingga kedepannya mempunyai figur pemimpin yang amanah dan menjungjung tingggi nilai kebhinekaan Indonesia kita ini, (kataberita/icn)