BURUNG BAPAK DEDY
burung bapak dedy
sepanjang puisi
yang ia tulis
agar tidak menangis
ketika mati
burungnya, asal kau tau
bisa lebih panjang lagi
dari mati itu sendiri
pernah bapak dedy
menulis burungnya
dan saya kaget
sebab burungnya selalu
berdiri
di banyak puisi
anunya berdiri ketika baca puisi
dia terus baca puisi
sampai selesai seluruh puisi
anunya masih berdiri
2019
TARUNG
selamat datang di bumi Pasaman
bumi yang aman, untuk menggantung
ayah, bila tak lekas mencari untung
pada batang tubuh
selamat datang, hai selamat datang
doa ibu tercecer antara Rao dan
Bukittinggi, masak seluruh
di rimbo panti, ia tidak menakut-nakuti:
buaya putih bagi si gadis
harimau lapar buat si abang
diantar jauh ke Sidempuan
singgahlah ke perhentian ALS,
family, almas, dan padang lawas,
di rumah makan minang yang
penjualnya punya marga dan
senjata; buaya putih rimbo panti!
bila panjang umurmu, main ke Balakka
di sana, di warung kopi jam 9 pagi
kau diantarnya lagi ke Pasaman
buaya putih dan harimau lapar
yang telah menerkam banyak ayah
yang hilang di hutan nafkah
jangan sekali-kali menyebut aduh ngeri
ketika melihat; selamat datang, pasaman
2019
ILUSI
seorang penyair mati
di dalam puisi ini
ceritanya begini:
penyair kita sudah bikin
buku puisi paling bagus
di bumi, setiap orang
yang menegurnya, tak ia
sapa, ia sibuk melihat
lembar demi lembar puisi
di bukunya tersebut
kemudian ia ingin menjadi
pohon, agar kertas demi
kertas selalu punya tempat
menampung sejuta puisinya
pada puisi ke sembilan ratus
sembilan puluh ribu sembilan
ratus sembilan puluh sembilan,
ia menyadari, kalau sembilan
ratus sembilan puluh ribu sembilan
ratus sembilan puluh sembilan
puisi yang ia tulis jelek semua
dan ia punya rencana jadi pohon
betulan, agar senantiasa ditebang
orang-orang untuk siapa saja
yang kebetulan penyair maupun
bukan untuk menulis puisi
paling bagusnya
hai, kamu
bagaimana? sudah menulis
hari ini?
2019
*Maulidan Rahman Siregar, suka bikin arsip. Belum gemar membaca dan menulis. Tidak terlalu suka kucing.