kataberita.id — Pidato Presiden Joko Widodo dalam video yang sempat disebar di kanal youtube Minggu kemarin (28/6), dengan latar tempat di Istana Negara, meninggalkan banyak tanda tanya.
Kalangan media dan publik secara luas menangkap ada sinyal kuat bahwa Presiden Jokowi akan melakukan perombakan kabinet.
Dalam penekanannya, Presiden Jokowi menilai masih banyak pejabat kementerian yang belum bisa merasakan suasana krisis aliassense of crisis.
Secara lugas, Presiden Jokowi menegaskan akan mempertaruhkan reputasi politiknya” demi melindungi 267 juta jiwa rakyat Indonesia.
Bahkan secara terang-terangan Presiden Jokowi menyebutkan kelambatan proses kerja Kementerian Kesehatan.
Selain Kemenkes, kementerian yang bertanggung jawab dalam bidang penanggulangan ekonomi.
Presiden Jokowi juga menilai bahwa bentuk stimulus dan proteksi terhadap masyarakat begitu lambat.
Lagi-lagi Presiden menilai bahwa, masih ada menteri yang gaya memimpinya beranggapan pada situasi normal. Hal inilah yang membuat Presiden cukup marah atas kelambatan kerja beberapa kementerian.
Menanggapi hal ini, Deputi Kajian Said Aqil Siroj Institute, Abi Rekso mengatakan, bahwa Kementerian Koperasi dan UMKM adalah salah satu yang masuk catatan buruk.
Abi Rekso mencatat ada banyak kelemahan Menteri Teten Masduki selama memimpin Kementerian Koperasi dan UMKM.
Banyak hal yang lambat dalam mengambil keputusan di tengah situasi krisis. Sehingga program-program kementerian macet, karena lemahnya kepemimpinan lembaga Menteri Teten.
Abi Rekso mengungkapkan, ada tiga kesalahan Teten Masduki.
Pertama, hampir satu tahun memimpin, Menteri Teten dirasa belum melakukan dobrakan secara struktural maupun fungsional dijajaran birokrasinya. Lebih-lebih dalam situasi krisis begini, Menteri Teten tidak mengeluarkan sebuah peraturan menteri atau keputusan menteri untuk membantu mempercepat proses kerja kementerian menghadapi pandemik. Padahal hal itu secara penuh ada di bawah langsung kewenangannya.
Jika mengutip dari pernyataan Presiden Jokowi kan jelas. Bahwa dirinya (Presiden) akan membuatkan Perpres, Perpu sebagai diskresi seorang Presiden untuk mempercepat proses kerja kementerian. Lah, ini kok bertolak belakang dengan Kemenkop dan UMKM. Malah belum pernah membuat sebuah diskresi terkait menghadapi situasi pandemik,” kata Abi Rekso melalui keterangan tertulisnya, Senin (29/6).
Kedua, terkait soal serapan dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dianggarkan sebesar Rp 129 triliun. Jika memang belum bisa melakukan distribusi secara massif, setidaknya upaya konkret harus ditunjukkan kepada kalangan UMKM.
Abi Rekso menjelaskan bahwa persentase pengangguran terbuka bulan ini mencapai 5% (data BPS) dari total angkatan kerja. Jumlahnya mencapai 6,9 juta jiwa, rata-rata mereka lulusan SMA dan universitas.
“Jika diambil saja Rp 29 triliun dari platform KUR yang ada, bisa menjadi modal usaha dari 2% (2,7 juta jiwa) pengangguran terbuka itu. Jika dibagi rata saja, Rp 29 triliunq untuk 2,7 juta jiwa. Maka masing-masing akan menerima pinjaman senilai Rp 10,7 juta. Dana ini bisa dikelola sebagai modal usaha komoditas pangan. Dan langsung berada dibawah pengawasan Kemkop dan UMKM,” ungkap Abi Rekso.
Menteri Teten juga lambat melakukan antisipasi dari lumpuhnya 50% sektor UMKM. Kalau kita dengar pernyataan beliau terkait hal ini, penjelasannya lebih seperti curhat dari pada menyelesaikan masalah. Menteri Teten menjanjikan bahwa, UMKM bisa menerima KUR sebesar 500 juta/UMKM dengan bunga tahunan 6%. Tetapi di waktu yang sama, dirinya mengeluhkan mekanisme pencairan dana yang harus menggunakan surat agunan. Lho, ya harusnya masalah-masalah teknis begitu segera diambil jalan keluar dengan permen, kepmen atau apapun diskresi seorang menteri. Bukan hanya menganalisis dan mengungkapkan masalah,” sambungnya.
Ketiga, persoalan digitalisasi UMKM. Semangat untuk melakukan digitalisasi adalah baik, karena semua bisa berjalan dengan efektif dan transparan. Namun jika menunggu 100% UMKM di Indonesia terdigitalisasi, baru bantuan itu dilakukan, cara itu juga tidak tepat.
“Karena digitalisasi bukan hanya bergantung pada alat (device), namun juga daya kemampuan SDM (human resource). Dalam situasi krisis kita tidak bisa bergantung pada hal yang ideal. Harus ada terobosan yang berani,” terang Abi Rekso.
Saya mengutip pernyataan Pak Teten, bahwa baru 13% (64 juta entitas) UMKM yang terdigitalisasi. Artinya masih ada 87% yang konvensional. Dalam pandemik seperti ini kan gak mungkin nunggu sampai 100%. Harusnya Menteri Teten bisa mencontoh Presiden Jokowi. Meskipun ada pelatihan digital melalui Program Pra Kerja. Namun juga ada Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Bantuan Presiden (Banpres) yang langsung turun kebawah tetap dilakukan. Jadi tidak menunggu semua harus melek digital. Justru rakyat paling rentan, mereka yang jauh dari fasilitas digital. Harusnya Pak Menteri berfikir kearah sana,” kata Abi Rekso melanjutkan.
Abi Rekso menyarankan Kementerian Koperasi dan UMKM, untuk melibatkan ormas-ormas keagamaan seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, PGI, Keuskupan Katolik, dan lain-lain. Karena organisasi keagamaan memiliki hubungan emosional yang baik kepada umat dan program KUR bisa tepat sasaran. (rmoljakarta/kataberita)