Ketua BEM Uncen Dituntut Belasan Tahun, Penyiram Novel Cuma Satu Tahun Bui, di Mana Keadilan?

oleh
Ketua Umum PP GMKI Korneles Galanjinjinay
Ketua Umum PP GMKI Korneles Galanjinjinay (foto: istimewa)

kataberita.id, JAYAPURA – Jaksa penuntut umum menjatuhkan tuntutan belasan tahun penjara kepada ketujuh tahanan politik papua dengan pasal ‘makar’ dalam aksi unjuk rasa di kota Jayapura Papua bulan Agustus 2019 tahun lalu, buntut tindakan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya.

Menanggapi tuntutan JPU tesebut, Ketum PP GMKI Korneles Galanjinjinay menilai Negara gagal paham dalam penegakkan hukum terhadap ketua BEM Uncen dan mahasiswa tahanan politik Papua. Seharusnya Bukan pasal makar yang digunakan untuk menuntut mereka, karena tidak adanya tindakan menyerang atau upaya membunuh Kepala Negara, atau tindakan memisahkan sebagian wilayah negara atau mempersiapkan serangan untuk menggulingkan Pemerintahan.

Jika melihat perbandingan kasus ini dengan kasus penyiraman air keras kepada penyidik KPK Novel Baswedan, maka Korneles pun sangat berat hati kecewa atas kondisi hukum di negara Indonesia, yang rupanya seperti dagelan atau drama lucu. Ketua BEM Uncen dituntut belasan tahun bui, sedangkan penyerang pejabat publik Novel Baswedan sampai terluka parah hanya dituntut satu tahun.

Baca Juga :   Ini Tantangan Jokowi Terhadap Ketua Umum APPSI Ferry Juliantono, yang juga Merupakan Waketum DEKOPIN

Korneles menambahkan kepada penegak hukum agar tidak membabibuta mengunakan pasal makar kepada aktivis mahasiswa pejuang keadilan dan diskriminasi tersebut.

Sesungguhnya yang diperjuangkan ketua BEM Uncen dan mahasiswa Tapol Papua adalah aksi demonstrasi biasa, sebagaimana yang terjadi dan sering dilakukan oleh aktivis mahasiswa di Indonesia untuk menyuarakan keadilan dan diskriminasi atas tindakan rasisme yang dialami mahasiswa Papua di Surabaya.

“Penegak hukum perlu mempertimbangkan sebab musababnya aksi demostrasi Yang dilakukan Ketua BEM Uncen Dan Mahasiswa Tapol Papua. Kami melihat ada kriminalisasi Ketua BEM Uncen Dan Mahasiswa Tapol Papua dalam aksi Rasisme di Surabaya, Penegak Hukum sengaja untuk mendiamkan Suara keadilan dari Papua” ucap Korneles

Baca Juga :   Ketua DPR Puan Maharani Lagi Gemar Pasang Baliho dan Rajin Kritik Pemerintah, Ada Apa?

Lebih lanjut Ketum GMKI juga sangat menyayangkan tindakan penegak hukum Yang tidak sebanding dengan Negara yang menganut paham demokrasi, kalau Indonesia adalah negara demokrasi maka aksi yang dilakukan Ketua BEM Uncen dan Tapol Mahasiswa Papua adalah bagian dari kebebasan menyampaikan pendapat sebagaimana amanat Pasal 28 UUD 1945 Dan UU No 09 1998, tapi sebaliknya justru Indonesia ibarat negara otoritarian-totalitarian karena tindakan penegak hukum tidak sama sekali mempertimbangkan nilai-nilai Demokrasi yang di dalamnya mengandung prinsip Berbangsa Dan Bernegara di Bumi Pancasila.

“Melihat tindakan penegak hukum atas tuntukan yang tidak adil dan diskriminasi terhadap Kepada Ketua BEM Uncen dan mahasiswa Tapol Papua. Maka kami mendesak, agar Presiden Jokowi untuk turun tangan langsung membebaskan ketua BEM Uncen dan Mahasiswa Tapol Papua lainnya.” Tegas Korneles.

Baca Juga :   Tak Bisa Tangkap Harun Masiku, Novel Baswedan Ungkap Alasan Tim Penyidik KPK di Eranya

Korneles dengan tegas mengatakan kepada Pak Presiden Jokowi, bahwa mahasiswa adalah control sosial, mahasiswa adalah agen perubahan, mahasiswa adalah penegak moral, dan mahasiswa adalah penyambung lidah rakyat.

“Oleh karna itu pak Presiden Jokowi jangan takut dengan aksi-aski mahasiswa, karna sesungguhnya yang mahasiswa perjuangkan adalah keadilan, kebenaran, kesejahteraan, kemakmuran rakyat Indonesia. Oleh karenanya kami meminta pak Presiden untuk menindak tegas kepada Penegak Hukum yang telah melakukan diskriminasi dan kriminalisasi aktivis mahasiswa, sebagaimana yang dialami ketua BEM Uncen dan Mahasiswa Tapol Papua.” Tutup Korneles (kataberita/dky)