Ketidakberdayaan Istana dan Pandemi Covid-19

oleh

Oleh: Taufan Iksan Tuarita (Sekjend PB HMI)

kataberita.id — Pandemi Covid-19 yang berlangsung selama beberapa bulan telah menjadi ancaman serius bagi bangsa-bangsa di seluruh dunia, tidak terkecuali bangsa Indonesia, semakin meningkatkan jumlah kasus positif di tanah air menjadi bukti akan cepatnya penularan virus yang awalnya muncul di Kota Wuhan, Republik Rakyat Tiongkok. Namun demikian, upaya yang dilakukan pemerintah pun seolah tak mampu membendung laju peredaran virus yang satu ini. Mulai dari PSBB hingga kebijakan terbaru yang dikeluarkan istana yakni New Normal, seolah-olah tidak memiliki konsep dan arah yang kuat menuju pada perbaikan ekonomi tanpa harus mengorbankan kesehatan rakyatnya.

Dibalik berbagai upaya yang dilakukan pemerintah dibawah komando Presiden Joko Widodo, ada beberapa keganjilan yang justru semakin membuat publik panik dan menerka-nerka kualitas bawahan Presiden Joko Widodo. Sebut saja Menteri Kesehatan yang awalnya dengan percaya diri menganggap Indonesia adalah negara yang tidak tertular virus Covid-19 ini. Berbagai asumsi dikeluarkan dan mencoba meyakinkan publik bahwa indonesia adalah negara yang bersih dari wabah Covid-19, bahkan dengan menantang balik rilis dari para pakar Harvard.

Padahal nyatanya yang dikatakan oleh Menteri Kesehatan hanyalah hoax belaka, sebab faktanya virus ini telah menular dan telah mewabah di Indonesia. Belakangan justru sang Menteri menghilang bagaikan ditelan bumi seolah “malu” akan pernyataannya sendiri, sehingga semua kemudian semua yang jadi domain kementerian kesehatan di publik diserahkan kepada juru bicara yang ditunjuk khusus oleh istana.

Seolah-olah bahwa waktu dua bulan semenjak wabah Covid-19 meledak di Wuhan pada Desember 2019, tidak menjadi cerminan bagi pemerintah Indonesia untuk mempersiapkan segala skenario dan alur penanggulangan yang serius, di mana seharusnya situasi saat ini bisa diminimalisir lagi dampaknya apabila Indonesia pada saat itu mencegat masuknya wabah dari pintu-pintu masuk negara.

Disamping itu, tidak tersedianya laboratorium khusus penanggulangan bencana kesehatan yang memadai dalam rangka penelitian yang berkenaan dengan covid-19 ini menjadi pertanyaan besar bagi Menteri Kesehatan. Hal ini kemudian berdampak pada ketidakmampuan indonesia dalam upaya untuk menyediakan vaksin virus Covid-19 dan hanya menunggu informasi dan vaksin dari WHO. Kebijakan pencegahan dini dianggap harus diikuti dengan upaya kementerian kesehatan untuk menyediakan dana dan infrastruktur guna turut serta dalam penelitian vaksin agar penularan Covid-19 ini dalam jangka panjang dapat direduksi secara komprehensif.

Baca Juga :   Pasukan Law Unsur dan BEM FH UNSUR Bantu Masyarak Kurang Mampu yang Terkena Dampak Covid-19

Selain di bidang kesehatan, pendidikan juga terkena imbas dari pandemi ini. Kebijakan Menteri Nadiem yang meliburkan pelajar dan belajar secara virtual atau online dianggap mampu menjadi solusi akan keberlangsungan proses Pendidikan, di mana logika yang dipakai adalah proses belajar-mengajar tetap terlaksana dan peserta didik tetap sehat. Namun sang Menteri mungkin lupa bahwa wilayah indonesia ini luas dan masih ada daerah terpencil yang tidak memiliki akses terhadap internet. Selain itu, pelajar semakin dipersulit karena harus menyediakan fasilitas sendiri agar dapat mengikuti proses belajar secara virtual.

Di perguruan-perguruan tinggi misalnya, mahasiswa mendapatkan beban tambahan manakala tiap saat dipaksa untuk membeli kuota internet agar bisa terus berpartisipasi dalam proses belajar-mengajar, belum lagi sebaran beban biaya mendapatkan kuota internet melalui provider yang tidak merata, di mana di Indonesia bagian timur misalnya, biaya untuk membeli kuota internet jauh lebih mahal dibanding di Indonesia bagian barat. Kementerian Pendidikan sepertinya lupa sehingga tidak memiliki itikad untuk bersinergi secara inklusif dengan Kementerian Informasi dan Komunikasi misalnya guna menemukan solusi yang cermat terkait persoalan ini.

Padahal Menteri Pendidikan kita tahu memiliki latarbelakang dari kalangan professional di bidang IT dengan rekam jejak sebagai pengusaha start up, semestinya lebih bisa membaca situasi saat ini lalu bisa memecahkannya dengan ide-ide kreatif, sebab bagaimanapun Pendidikan adalah kunci penting bagi keberlangsungan kehidupan berbangsa. Berkaitan dengan ini, Amerika Serikat dan beberapa negara lain bisa dijadikan contoh, sebab mereka memotong atau membebaskan biaya Pendidikan sepenuhnya, ini rasional karena belajar jarak jauh tentu jauh lebih murah dibanding proses belajar-mengajar dari rumah.

Di samping itu, kebijakan menghilangkan Ujian Nasional juga menjadi kebijakan yang tidak memberi solusi cerdas, karena kualitas seorang pelajar dinilai dari assesmen kompotensi siswa indonesia (AKSI) dan juga survey karakter. Yang harus dipahami bahwa kualitas dari pelajar tentunya dipengaruhi oleh kurikulum pendidikan, kualitas pengajar dan juga fasilitas penunjang lainnya seperti infastruktur dan kondisi lingkungan. Penerapan AKSI dan survey karakter sebagai pengganti ujian nasional tentunya tidaklah substantif nilainya karena lagi-lagi penilaiannya berdasar pada subjektivitas tenaga pendidik.

Selain dua bidang di atas, dunia Hukum pun dibuat gempar oleh kebijakan Menteri Hukum dan HAM dengan kebijakannya membebaskan narapidana dengan alasan sterilisasi Rutan. Parahnya, narapidana yang dibebaskan tersebut sebagian berulah kembali dan juga membuat publik resah, sehingga bukan solusi, sebab yang akhirnya muncul adalah membuat masalah di dalam masalah. Canggungnya Menteri Hukum dan HAM melalui kebijakannya tersebut dinilai tidak memberikan dampak besar terhadap pemutusan mata rantai penyebaran Covid-19. Justru sebaliknya, publik menjadi semakin khawatir dan mempertanyakan maksud dibalik pembebasan narapidana melalui keputusan sang Menteri.

Baca Juga :   Gubernur Anies Dielu-elukan, Bantuan Beras di DKI Pakai yang Premium: Pasti Gak Ada yang Dikorupsi

Raport buruk juga diarahkan kepada Kementerian Informasi dan Komunikasi, sebab Menteri Kominfo dianggap tidak memberikan nuasa penyejuk dikarenakan banyaknya konten-konten negatif dan juga meresahkan masyarakat, filterisasi terhadap konten-konten yang berseliweran dan justru memperburuk situasi sosial di tengah wabah oleh kementerian Informasi dan Komunikasi terkesan sangat buruk, ini berbanding terbalik dengan filter terhadap hal-hal yang dianggap menyerang pemerintah. Kurangnya kreatifitas dalam membenahi dunia informasi dan komunikasi tentunya membuat publik bertanya-tanya tentang kualitas sang Menteri yang juga tidak memiliki basis atau latar belakang di bidang informasi dan komunikasi.

Tidak berhenti di situ, Kementerian Maritim dan investasi juga harus mendapatkan sorotan karena berbagai kebijakan sang menteri yang diklaim justru akan semakin membuat covid-19 semakin mewabah di Indonesia. Salah satunya adalah tindakannya yang seolah pasang badan dan memaksakan TKA asal Tiongkok berjumlah 500 tetap masuk di wilayah Sultra yang dimana Pemprov Sultra dan masyarakat Sultra menolak kedatangan mereka. Ini hanya yang muncul ke permukaan dan berhasil diekspor oleh media, kita tidak tahu pasti yang terjadi dibawah permukaan.

Selain itu, ketidaksinkronan ucapan Presiden Joko Widodo dengan Menko Maritim dan investasi mengenai mudik lebaran. Presiden Joko Widodo melarang masyarakat untuk mudik tetapi menurut Menko Maritim dan Investasi justru menegaskan jalur mudik utamanya tol tetap beroperasi. Menko Maritim dan Investasi yang juga Plt. Menhub pada waktu itu seolah mementingkan keuntungan di sector ekonomi bagi Negara dibandingkan dengan keselamatan warga negara. Puncaknya ketika Menko Maritim dan investasi menantang para pengkritik kebijakan pemerintah untuk adu argumentasi didepan umum. Sikap yang ditunjukkan Menko tersebut dianggap tidak layak dan tidak pantas dikarenakan akan semakin memperkeruh suasana di situasi yang sangat tidak tepat.

Deretan tindakan, sikap dan kebijakan yang dilakukan para bawahan presiden Joko Widodo tersebut membuat publik bertanya-tanya, ada apa dengan ‘Istana Putih’? Apakah ini dinamika politik istana ataukah istana tidak berdaya menanggulangi Covid-19?. Jikalau ini adalah dinamika politik istana, apakah kisruh yang terjadi disebabkan adanya indikasi beberapa menteri akan di-reshuffle sebagai bagian dari penyegaran kabinet Indonesia Maju?.

Baca Juga :   Rizal Ramli: BPK Keluarkan Anggaran 1.035 Triliun untuk Penanganan Covid? Hasilnya Nol, Nol, Nol

Menarik untuk dinantikan dinamika poltiik istana ditengah pandemi Covid-19 ini. Namun yang pasti bahwa beberapa bawahan presiden Joko Widodo sepertinya kehabisan akal untuk mempertahankan posisinya dengan mencoba menerapkan berbagai kebijakan yang membuat publik meragukan kapasitas mereka dengan jabatan yang mereka duduki sekarang. Ketidakmampuan membaca situasi dan memprediksi konsekuensi menjadi landasan kongkrit atas terbentuknya opini publik yang negatif terhadap kinerja mereka. Hal ini secara berkala memperburuk catatan pemerintah dalam penanganan krisis yang hingga kini tidak jelas arah dan substansinya, sebab faktanya jumlah kasus semakin meningkat, tentunya ini sangat ironis karena dengan penganggaran yang begitu besar tetapi hasilnya yang justru tidak sesuai dengan harapan.

Dinamika-dinamika yang terjadi belakangan ini yang seperti diakrobasi oleh aktor-aktor istana seolah-olah telah menjadi bencana baru di tengah situasi yang sebenarnya luarbiasa sulit, rakyat seolah-olah sengaja dibuat bingung dengan kondisi ini. Terlebih lagi adanya dugaan indikasi kasus positif Covid-19 sengaja dihadirkan agar anggaran penganggulangan virus ini dapat dicairkan. Kasus di beberapa daerah menjadi perhatian khusus, adanya dugaan kasus ini sengaja dihadirkan yang tentunya hasil pemeriksaan berbanding terbalik dengan klaiman sepihak oknum yang menangani kasus tersebut tentu saja adalah persoalan lain yang semakin menambah rumit penanggulangan situasi ini.

Padahal ini semua bisa saja tertangani dengan mudah jika kita semua, terutama para pemegang kebijakan di lingkaran istana dapat berada dalam satu paradigma jika pandemi ini bukanlah kejadian yang biasa-biasa saja yang oleh karenanya membutuhkan sikap, tindakan dan kebijakan yang luarbiasa. Sebab dengan angka orang terinfeksi yang semakin meningkat dari hari ke hari, tentunya dibutuhkan kebijakan yang tepat dan jauh lebih besar agar kondisi bangsa indonesia dapat pulih kembali dan memperbaiki seluruh sektor yang terdampak dan rusak karena krisis ini.

Pada akhirnya, kita tunggu dan saksikan saja babak selanjutnya yang terkait erat dengan penerapan kebijakan New Normal. Apakah Pemerintah akan benar-benar tersinkronisasi sepenuhnya dalam bekerja memutus mata rantai penyebaran Covid-19 ataukah kebijakan ini dan seterusnya justru menjadi boomerang bagi pemerintah yang dampaknya adalah penderitaan rakyat terus-menerus sehingga menjadikan tingkat kepercayaan publik akan pemerintahan Joko Widodo semakin merosot. Lets see.. Hope its much better..! (**)