TAP MPRS XXV Tahun 1966: Kepastian Hukum Ideologi di dalam RUU Haluan Ideologi Pancasila

oleh
Syarief Hasan (Wakil Ketua MPR RI)
Syarief Hasan (Wakil Ketua MPR RI)

Refleksi Hari Lahir Pancasila : TAP MPRS XXV Tahun 1966: Kepastian Hukum Idiologi di dalam RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP)

kataberita.id, JAKARTA — Wakil Ketua MPR RI, dari Fraksi Demokrat Syarief Hasan menegaskan agar TAP MPRS No. XXV Tahun 1996 Tentang “Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah NKRI bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Paham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme” dimasukkan sebagai salah satu landasan hukum pada konsideran “mengingat” dalam RUU Haluan Ideologi Pancasila.

Hal ini dilakukan untuk menghadirkan kepastian hukum bahwa Pancasila merupakan dasar dan ideologi negara Indonesia yang tidak boleh disusupi ideologi lain terutama ideologi terlarang.

Baca Juga :   Angka Kasus Covid-19 Tembus 2 Juta Orang, Syarif Hasan Tanyakan Langkah Pemerintah Tangani Pandemi

Dalam pembuatan suatu aturan tata kelola negara, harus mengedepankan prinsip kepastian hukum. Kepastian hukum secara normatif maknanya adalah suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti, jelas dan logis. Jelas dalam artian tidak menimbulkan keraguan ataupun multitafsir. Dan logis dalam artian hadir sebagai sistem norma yang tidak berbenturan dengan norma lain dan tidak menimbulkan konflik norma. Konflik norma akibat ketidakpastian hukum dapat berbentuk kontestasi norma, reduksi norma, atau distorsi norma.

Baca Juga :   Musibah KRI Nanggala-402, Wakil Ketua MPR: Ini Saatnya Penguatan Alutsista Maritim

Wakil Ketua MPR RI, Syarief Hasan menyebutkan bahwa muatan dalam RUU Haluan Ideologi Pancasila dipandang secara hukum itu menimbulkan keraguan, multitafsir, dan tidak jelas sehingga tidak ada kepastian hukum di dalamnya.

Sebagai contoh dimasukkannya istilah Trisila dan Ekasila sebagai ciri Pancasila memunculkan multitafsir tentang ideologi Pancasila. Sebab Trisila hanya mencantumkan tiga nilai dan Ekasila hanya mencantumkan satu nilai yakni gotong royong.

Baca Juga :   Demokrat Sebut Indonesia Menuju Negara yang Gagal, Netizen: Mohon Maaf Proyek Mangkrak, Kader Korupsi

Sehingga pada akhirnya mengaburkan/ mengabaikan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dan nilai lainnya. Tidak adanya penyebutan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa juga akan berpotensi memudahkan masuknya ideologi yang bertentang dengan Pancasila.