Ia masuk Gaza ketika kota seluas 48 kilo meter persegi itu dalam keadaan terkepung. Tank Israel berada di semua lini. Tapi anehnya, kata dia, tentara tidak bisa masuk kota Gaza. Karena setiap tank mendekat, pejuang Palestina melemparkan elpiji ke kepala tank itu di malam hari. “Itu membuat Israel terpukul mundur,” ujarnya.
Kini, Joserizal amat berharap Rumah Sakit Indonesia yang digagas MER-C sejak 2008 bisa beroperasi. Apalagi di tengah situasi runyam yang saat ini tengah dihadapi warga Gaza. Sebanyak 170 (sekarang sudah 800-an) orang tewas akibat serangan militer Israel. Akibat situasi itu juga suplier peralatan medis di Palestina tutup sehingga cukup sulit memfungsikan rumah sakit itu.
Heru Triyono dan fotografer Dhemas Reviyanto Atmodjo dari Tempo duduk lesehan sambil berbincang dengannya di ruang tamu rumahnya di Jalan Masjid Silaturahmi Nomor 14 Cibubur, Jakarta Timur, Selasa lalu. Disajikan sirup apel dan kue black forest, Joserizal berbicara panjang lebar mengenai wilayah konflik yang sudah dua kali ia kunjungi itu.
Di Gaza, Palestina, sudah berdiri Rumah Sakit Indonesia, namun belum bisa dioperasionalkan juga sejak dibangun pada 2008, apa kendalanya?
Kami juga ingin memfungsikan dengan cepat. Tapi dalam waktu dekat tidak mungkin. Kami butuh dana awal Rp 15 miliar dulu dari estimasi total Rp 65 miliar untuk memfungsikan ruang gawat darurat, satu kamar operasi, 20 perawatan perempuan, 20 perawatan laki-laki, dan satu paket laboratorium, juga portable X Ray.