Oleh : Salman (Ketua Society Maintenance Cianjur)
kataberita.id – Rekrutmen dan Seleksi panitia pengawas pemilu (Panwaslu) tingkat kecamatan atau Panwascam oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Cianjur yang telah usai, perlu diapresiasi. Pasalnya dengan dilantiknya panwaslu se-kabupaten Cianjur pada 27 Desember 2019 itu, perangkat penyelenggara pemilihan telah bertambah untuk terus dilengkapi lagi dengan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) yang menurut jadwal, seleksinya akan dibuka Komisi Pemilihan Umum (KPU) Cianjur sebentar lagi.
Namun demikian sikap kontra terhadap hasil seleksi panwaslu itu, tak bisa disangkal – cukup memicu kegaduhan di beberapa bilik media. Setidaknya tiga media; detiknews, indoglobenews, dan fokuspriangan mengungkap bahwa pada 27 Desember 2019 terdapat aksi dari sejumlah masa yang mendesak Bawaslu Kabupaten Cianjur di kantornya untuk membatalkan putusannya tentang hasil seleksi Panwascam. Masa aksi yang menyebut dirinya sebagai kesatuan Ormas, LSM dan OKP yang tergabung dalam Aliansi Pergerakan Kawal Demokrasi Cianjur (APKDC) itu – menganggap sistem seleksi Panwascam sarat subjektivitas. Tak hanya itu, beberapa panwascam terpilih disebut rangkap jabatan oleh para pengunjuk rasa, yang berarti pelanggaran prinsip profesional bagi panwascam.
Ironisnya, Data Kesbangpol Cianjur tidak pernah mencatat adanya APKDC di Cianjur. Tidak pernah dibuat Surat Keterangan Terdaftar atas nama APKDC, artinya aliansi itu tidak ada secara hukum.
Keheranan kami berikutnya tertuju pada Reaksi Kontra yang terlalu Seketika; Pada awal proses seleksi Panwascam, tidak ada satupun ormas yang tergabung dalam APKDC menyatakan sikap bahwa “akan mengawal rekrutmen Panwascam” (misalnya dengan pertimbangan sadar urgensi Panwascam sebagai salah satu penyelenggara pemilihan yang harus berintegritas dan profesional). Juga tidak ditemukan kritik terhadap satupun pendaftar calon Panwascam. Padahal empat hari (12-15 Desember 2019) adalah masa sanggah, yang sengaja dijadwalkan Bawaslu Kabupaten Cianjur untuk menyerap saran dan masukan masyarakat tentang nama-nama calon panwascam yang telah mendaftar.
Namun kurang dari 12 jam pasca diumumkannya hasil seleksi Panwascam, seketika muncul surat pemberitahuan aksi yang diterima Kasat Intel Polres Cianjur dari APKDC. Reaksi seketika tanpa mengawasi objek (proses seleksi panwascam) ini sebelumnya – bukankah ini tidak logis? Lalu apakah aliansi yang secara hukum tidak ada (APKDC) mampu membuat masa dengan jumlah ratusan tiba-tiba sepakat untuk unjuk rasa hanya dalam beberapa jam? Bukan itu saja. Dilansir fokuspriangan edisi 27 Desember 2019, masa unjuk rasa tiba-tiba itu turut pula menuntut agar seluruh komisioner Bawaslu kabupaten Cianjur diberhentikan.
Puncak unjuk rasa itu adalah dialog sebagai mediasi antara perwakilan masa aksi dengan tiga komisioner Bawaslu kabupaten Cianjur, yaitu Tatang Sumarna, Yuyun & Asep Tandang yang turut langsung disaksikan oleh Kasat Intel Polres Cianjur. Karena tidak terdapat bukti atas tuduhan masa aksi, maka aksi bubar dengan tertib. beberapa saat setelahnya – kepada detiknews – di Hotel Sangga Buana, Ketua Bawaslu Cianjur Usep Agus Zawari menyatakan “Jika terbukti (panwascam terpilih) melanggar, baru bisa ditindak lebih lanjut,” (detiknews, 27/12/19). Hal ini dibenarkan Paisal Anwari (salah satu staf Bawaslu Kabupaten Cianjur) yang menjadi notulen pada dialog tersebut. Sampai di sini, kami menilai Bawaslu Cianjur kooperatif dan menunggu bukti.
Belum kunjung kabar bukti ditemukan, masyarakat Cianjur malah digegerkan oleh lansiran Berita Cianjur (5/1/20). Bagaimana tidak, pada berita bertajuk “Dosa-dosa Bawaslu Cianjur” paparan Ketua Cianjur People Movement (Cepot) Ahmad Anwar atau Ebes mengungkap seolah “pelanggaran” dalam seleksi panwascam sebagai delik. Meski bicara delik tanpa bukti adalah ilusi, Ebes bahkan sesumbar menyebut “tolol” pada komisioner Bawaslu Kabupaten Cianjur.
Pernyataan yang dipublis ini – kami pikir dungu. Sebab pertama, bukan bukti yang muncul, malah wacana negatif dialihkan ke media; dan kedua, pernyataan ini tanpa berdasarkan bukti. Lebih dari itu, malah memperkeruh suasana masyarakat Cianjur menjelang momentum pemilihan Bupati yang mestinya tengah khidmat mempelajari hak dan kewajibannya masing-masing. Padahal, Cepot maupun LSM lain, sejatinya kelompok masyarakat ideologis yang mestinya mampu membedakan antara isu dengan fakta. Alih-alih demikian, Cepot malah ikut menyerukan isu palsu.
Tiba-tiba lagi pada paragraf berikutnya – Cepot juga menambahkan peringatan terhadap Bawaslu kabupaten Cianjur agar tidak bernasib seperti Bawaslu Magetan Jawa Timur yang ketua, bendahara & sekretarisnya ditahan Kejari lantaran kedapatan korupsi. Lompatan topik tanpa prakata landasan ini, kami sinyalir sebagai narasi yang ngaco.
Sebagai organisasi kepemudaan yang konsen dalam pemeliharaan & peningkatan kualitas pemuda Cianjur, kami Society Maintenance Cianjur (Semar) jujur saja – menyayangkan sikap Cepot. Di samping mewadahi dan turut mencerdaskan masyarakat Cianjur, seyogyanya OKP dan LSM pandai memelihara & menumbuhkan keharmonisan. Bukan justru sebaliknya.
Jika memang terdapat pelanggaran oleh Bawaslu Kabupaten Cianjur, tidakkah lebih baik diproses dengan bukti sesuai prosedur? Biarkan masyarakat Cianjur menambah wawasannya tentang Pemilihan Bupati tahun 2020 untuk mempersiapkan dirinya bersikap tepat sesuai amanat perundang-undangan, yaitu sebagai pemilih yang bebas. Termasuk bebas dari kecemasan atas keburukan penyelenggara pemilihannya.