kataberita.id — Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menanggapi komentar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto soal ekspor benih lobster.
Seperti yang diketahui, persoalan ekspor benih lobster ini memang menimbulkan pro dan kontra.
Sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan yang baru, Edhy Prabowo mengaku tak akan mundur soal ekspor benih lobster ini.
Sementara itu, Susi Pudjiastuti yang sudah sejak awal melarang ekspor benih lobster juga tampak kekeuh mendorong agar kebijakan baru itu tidak merugikan nelayan.
Kebijakan ini pun mendapat pro dan kontra, ada yang setuju dan tidak.
Nampaknya, Airlangga Hartarto tidak setuju kalau benih lobster ini dieskpor.
Susi Pudjiastuti pun menyampaikan terimakasih karena Airlangga Hartato diwartakan menolak kebijakan ekspor benih lobster tersebut.
Hal itu disampaikan oleh Susi Pudjiastuti di akun Twitternya.
Susi Pudjiastuti tampak memposting artikel berita soal pernyataan Airlangga Hartarto tersebut.
Ia juga kemudian menambahkan pendapatnya soal tanggapan Menko Perekonomian itu.
“Terimakasih Pak Airlangga,” tulis Susi Pudjiastuti.
Tak hanya itu, ia juga menyambut positif pernyataan tersebut.
Ia mengatakan kalau pemerintah harus menjaga plasma nutfah bibit lobster.
“Kita tetap harus jaga plasma nutfah bibit lobster di alam untk menjaga keberlanjutannya,” tulis Susi Pudjiastuti lagi.
Dilansir dari Kompas.com, pro dan kontra ekspor benih lobster kian memanas meski kebijakan masih terus dikaji oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Banyak pihak berpendapat lebih baik lobster dibudidaya di dalam negeri alih-alih diekspor.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah lebih mendorong lobster dibudidaya.
“Sama seperti udang, yang kita dorong adalah yang budidaya. Jadi kami bicara dengan KKP termasuk dengan opsi membudidayakan (lobster). Karena dimana-mana budidaya bisa didorong,” kata Airlangga Hartarto di Jakarta, Jumat (20/12/2019).
Pengkajian itu, kata Airlangga, termasuk mengkaji bibit lobster hasil budidaya yang bakal diekspor ke luar negeri dengan berbagai ketentuan.
Ketentuan itu meliputi angka mortalitas dan persentase lobster yang dikembalikan ke alam.
“Tentu budidaya juga ada pembenuran. Pembenuran juga ada harinya (fasenya). Jadi ini lagi dikaji sama KKP pembenuran dari budidaya usia berapa yang bisa diekspor. biasanya disitu ada hitungan mortality rate, dan berapa yang ditaruh lagi di alam,” ucap Airlangga Hartarto.
Karena masih dikaji pula, pihaknya pun menegaskan, Peraturan Menteri (Permen) Nomor 56 Tahun 2016 yang membahas larangan ekspor benih di masa Susi Pudjiastuti masih berlaku.
“Ini namanya lagi dikaji. Jadi kalau dikaji, yang lama masih berlaku sampai ada peraturan baru. Kalau pengkajiannya selesai baru ada tidak lanjut,” sebutnya.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengaku tidak akan mundur untuk soal wacana membuka keran ekspor lobster meski banyak menuai protes dari berbagai pihak.
Menurut Edhy sebagai seorang menteri, pihaknya harus mengutamakan kepentingan nelayan dan lingkungan meski banyak yang menertawakannya.
“Anda pasti tertawa tentang lobster. Saya tidak akan mundur. Akan terus saya perjuangkan demi keberlanjutan nelayan kita, lingkungan kita, dan alam kita,” kata Edhy Prabowo.
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo terus mengkaji kebijakan larangan ekspor lobster di masa Susi Pudjiastuti, meski banyak mendapatkan kritik tajam.
Menanggapi hal itu, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto mengatakan pihaknya bakal memberikan beberapa opsi pilihan terlepas dari apapun keputusan akhirnya.
“Terkait dengan budidaya lobster sebelumnya tidak diperbolehkan dengan berbagai pertimbangan. Saya dari perikanan budidaya apakah nanti akan dibudidayakan atau tidak, kita sebagai pemerintah menyiapkan opsi-opsinya,” kata Slamet di Jakarta, Rabu (18/12/2019).
Slamet menuturkan, salah satu opsi dari budidaya dalam negeri adalah memperbaiki infrastruktur budidaya.
Banyak hal yang perlu diperlancar dari jalan produksi, pengangkutan, hingga prasarana yang menunjang budidaya.
Tak hanya itu, petani lobster juga harus diberi pengarahan soal nilai tinggi ekonomi lobster.
Dengan mengetahui nilai ekonomi, petani mungkin saja menggiatkan budidaya lobster yang semula hanya sebagai sambilan.
“Kalau (budidaya lobster) kita ini kan (masih) bercampur juga dengan kerapu dan budidaya yang lain. Jadinya (budidaya lobster) sebagai sambilan,” ucap Iwan.
Di sisi lain, kemungkinan ekspor lobster bisa saja dilakukan mengingat pemerintah meminta KKP untuk meningkatkan nilai ekspor hasil laut sebesar 250 persen khususnya ekspor udang.
Sebab, nilai udang paling mahal dan paling strategis karena masuk ke dalam konsumsi internasional.
Kendati demikian, opsi-opsi itu masih memerlukan beberapa data dan masukan disamping Peraturan Menteri (Permen) baru pengganti kebijakan di masa Susi Pudjiastuti belum terbit.
“Kita masih mencari atau masih mengumpulkan data dan masukan karena Permen kan belum terbit juga. Jadi selama ini kita masih gunakan permen yang lama,” ungkap Slamet. (TribunnewsBogor.com/Kompas.com)